Selasa, 21 Januari 2014

Mengejar Cinta Part II ( selesai )


Sambungan dari cerita sebelumnya....

  Waktu sudah menunjukkan Pukul 21: 03 kami belum berangkat juga, ini sudah molor beberapa jam dari jadwal telah kami tentukan, kami kehilangan sedikit rasa disiplin disini, dan kami baru berkumpul 15 menit sebelum pukul 22 : 00 dan kami berangkat pada pukl 22 : 00 dengan peralatan seadanya, tak ada tenda, tak ada kompor, panci, hanya sebuah Sleeping bag atau kantung tidur saja, sedangkan kami berempat, belum lagi bekal yg kami bawa, hanya ada satu papan Ampisilin yg dipesan Gadis itu dan empat bungkus kopi instan, itupun kami bingung harus bagaimana membuatnya, sedangkan kami tahu kami tak membawa panci dan kompor, aku hanya bisa tertawa dalam hati, tapi aku menyukai hal semacam ini, inilah yg membuat perjalanan ini semakin seru.


Pukul 12 : 08 kami tiba  di kaki gunung, kami singgah beristirahat sejenak di rumah bapak kepala desa, sambil registrasi di pos penjaga, dan menitipkan sepeda motor yg kami bawa, tentu saja semuanya tak gratis, tapi ada satu hal yg mengelitik dalam hatiku, di daftar tarif parkir kendaraan juga ada harga parkir untuk Kuda, hahahahaha aku berfikir masih ada saja orang yg naik kuda dari kota menuju ke kaki gunung di desa ini ??? imajinasiku sempat melayang membayangkan seorang koboy dengan kudanya datang entah dia Bonanza, atau mungkin saja Zorro dan petugas pos menghampirinya dan meminta ongkos parkir padanya, sungguh hal yg aneh.



                                                                                                                           



Akhirnya aku tak sabar lagi ingin bertemu dengan gadis dengan mata yg sangat cantik itu, kami sudah cukup beristirahat, sudah cukup segar untuk mulai mendaki gunung tertingi ke- empat di Provinsi tempatku besar ini, banyak cerita cerita mistis yg pernah aku dengar tentang kampung ini, bahkan tidak sedikit tentang gunung ini, tapi bagiku itulah tantangan, hidup tak akan lebih seru jika tanpa tantangan. Kami berempat berangkat dengan sebuah doa sebuah Alfatihah, dan sebuah harapan semoga Tuhan selalu memberi keselamatan walaupun kutahu ini takkan mudah, mendaki pada jam segini dengan penerangan yg minim, hanya ada dua senter yang tersedia.



Titik paling menguras tenaga pada gunung ini adalah jalur menuju pos pertama dan pos kedua, jalannya sangat terjal, membuat otot paha seketika pegal pegal, apalagi kami jarang ada yg berolahraga, Benar saja sampainya di pos 2 Amul memuntahkan isi perutnya, saking lelahnya dia, kamipun serentak tertawa berempat memecahkan suasana. Tapi ada hal lain yg kami rasakan sebelum sampai di Pos tersebut, Rahmat adalah orang pertama yg sampai di Pos tersebut, sebelum aku sampai disana dia melihat  diriku melintas melewatinya di pos tersebut, padahal aku masih dibawah, belum sampai ke pos tersebut, aku terpisah jauh dari Ariel dan Amul di belakangku, dan cukup jauh dari Rahmat di depan, aku memang pernah bertemu dengan penghuni pos 9 gunung ini dalam mimpi, waktu aku camping disini beberapa tahun lalu, aku sempat berkenalan dengannya dalam mimpiku, dan dia mengatakan tak perlu aku khawatir ketika berada disini, tapi kali ini, ini hal yg berbeda, seperti kekuatan dari makhluk yg lain. Aku tinggal sejenak, memperbaiki perasaan, menenangkan fikiran tapi tetap dengan sedikit rasa khawatir, sepertinya ketiga temanku semakin menjauh saja, kuraih ponselku sepertinya aku harus menyetel surat surat alquran lewat ponselku, tapi tak lama kemudian akhirnya aku bisa menmukan jalan menuju Ariel dan Amul, aku memang sudah terlalu jauh dari mereka, dan akhirnya kami bertiga bersama sama manuju pos 2 dimana disana Rahmat sudah menunggu.



 Di pos itulah kami saling menceritakan keanehan yg kami alami dan rasakan, bulu kuduk serentak berdiri sampai amul memuntahkan cairan dan kamipun larut dalam tawa, dan keanehan keanehan tadipun terlupakan.

Pukul 2 : 00 kami tiba di pos 9 tempat orang orang nge-camp yah disinilah tempat paling ideal untuk memasang tenda karena daerahnya luas dan landai, serta tak jauh lagi dari puncak gunung ini. Kami tiba dengan peralatan dan bekal seadanya, saat tiba aku dan Rahmat langsung menuju mata air yg dekat dari pos 9 untuk kami minum nantinya, setelah mengambil air minum aku kembali ke lokasi camp, aku mencari cari dimana gadis itu memasang tenda, terlalu banyak tenda malam ini, dan sepertinya seisi gunung ini sudah terlelap, kecuali kami tentunya dan ada satu tenda lagi yg belum tidur, mereka sedang memasak air sepertinya ini waktu yg tepat untuk menumpang untuk masak air untuk membuat kopi.  


Pukul 04 : 15 aku baru bisa terlelap, sangat dingin dini hari ini, kami menggelar Sleeping Bag ini sebagai tikar, dan kami berempat tidur diatasnya tanpa tenda sama sekali, Rahmat adalah satu satunya yg kuanggap paling savety, dengan jaket tebal dan celana jeans panjang, sedangkan Ariel dengan celana panjang dan menggunakan jaket yg sebenarnya kubawa untuk kupakai, Amul dengan Sweater biru dan Memakai sarung, dan aku dengan celana Loreng pendek favoritku dan baju kaos hitam.



Pukul 06 : 34 aku terbangun karena cukup kedinginan untuk masih lelap, dan aku membangunkan teman temanku satu persatu, dengan sedikit nada bercanda aku menyuruh mereka mengambil air di mata air dan memasak mie Instan yg sebenarnya sama sekali tidak kami bawa, dan hal itu memecah tawa dari masing masing kami. Akhirnya aku melihat dimana sebenarnya gadis yg jadi alasanku datang kemari terlelapdalam tendanya, dan sepertinya dia masih lelap juga dalam mimpinya, semoga aku ada dalam mimpinya, mungkin aku alasan kenapa mimpinya adalah mimpi buruk, hahahaha.



Tiba salah satu teman sang gadis mendatangi tempat kami dan memberi keripik singkong, tentu saja kami terima terima dengan senang hati, sebenarnya bukan itu yg kami butuhkan, tapi apa mau dikata sekarang bukan waktunya untuk pilih pilih makanan. Kopi pun habis, tak ada apa apa lagi yg tersisa, aku menemukan buku kumpulan puisi dari tas Amul, aku sedikit merasa aneh, kenapa membawa buku kumpulan puisi ketempat seperti ini ? tanyaku dalam hati, tapi hidupku memang selalu dengan hal hal aneh, maka aku tuntaskan keanehan ini, kubuat semakin aneh, dan pagi ini aku akan membacakan  sebuah puisi buat seisi gunung ini, aku membuka bajuku, meresapi dingin pagi ini, aku naik ke sebuah batu besar  didekat tempat kami tidur, kubacakan sebuah puisi dengan suara lantang dan mimik yg meyakinkan, tentu saja meyakinkan, aku ini seorang aktor, meskipun hanya untuk panggung kecil saja, kulihat orang orang disekelilingku menatap heran, seakan berkata, “apa yg salah dengan orang ini” aku memaklumi raut wajahmu itu kawan, aku mengerti keheranan yg kau rasakan, kalian terlalu biasa biasa untuk mengerti hal semacam ini, mungkin kalian berfikir aku ini gila, hahaha yah aku memang gila.



     

06  : 43 Akhirnya kulihat gadis itu bangun dari peraduannya sungguh cantik wajahnya, bahkan ketika dia baru saja terbangun sekalipun, tapi sepertinya kita tak akan berjumpa lama , kami harus pulang segera, Rahmat harus segera pulang karena dia harus ada di kantornya pukul 10 : 00  akhirnya, kamipun bersiap siap untuk pulang, sebelum pulang aku menyempatkan diri untuk bertemu dengannya, akupun mendatangi tendanya, dia sedang di dapur, aku menghampirinya untuk memberikan obat yg telah ia pesan, sekalian untuk pamit pulang, tak ada kata yg terucap dari mulutnya, aku hanya bisa melihat tatapannya, sambil berjalan kami sempat bertatapan mata cukup lama, memang tak ada kata dari bibirnya, tapi tatapan itu, tatapan itu mengisyaratkan untuk tetap tinggal, tapi aku rasa tak mungkin untuk tetap tinggal, dan ketiga temanku bertanya “begitu saja ?” ya! Jawabku, “Kita jauh jauh kemari hanya untuk hal seperti ini ?” aku melihat kekecewaan di raut wajah mereka saat itu, mungkin mereka merasa apa yg telah kami lakukan adalah sia sia, dan aku menjelaskan bahwa tak ada yg sia sia sebenarnya, kami mungkin tidak bicara satu sama lain, tapi Nol koma sekian detik bertatapan dengannya, itu lebih dari bermakna daripada bicara berjam jam, kau harus cukup cerdas untuk bisa membaca isyarat dari  tatapan itu. Lagipula, alasan terbesarku datang ke gunung ini adalah karena aku telah berjanji, meskipun aku tak akan betemu dirinya di gunung ini, tapi janji tetaplah janji, kita ini laki laki, jadi tepatilah janji itu sebagai laki laki. Dan ini seperti misi kemanusiaan, kita membawa obat untuk orang yg membutuhkan di suatu tempat, kita datang dengan melewati banyak rintangan, dan akhirnya mission completed.


 Tapi pada akhirnya akupun gagal mengejar gadis itu, akhirnya dia pergi dengan laki laki lain yg dia suka, tapi tak ada satupun yg sia sia dalam cerita ini, Everything Has a price, gadis itu menemukan laki laki pujaannya, aku jadi laki laki yg menepati janji kali ini, dan ketiga temanku membuktikan bahwa mereka adalah teman teman yg bisa diandalkan.   



Saya Alam anak Maros.


                                                              SELESAI



2 komentar: