Rabu, 22 Januari 2014

Jangan Lihat Hasilnya, Lihat Persiapannya. Bag. I


Hari itu hari jumat ketika kami sekelas duduk santai bersama di depan kelas, sambil makan kwaci dan saling bercanda, hari itu tepat hari terakhir pelaksanaan Porseni di sekolah kami,  sepertinya kami memang tak akan juara pada porseni ini, tak ada emas yg kami dapatkan dari beberapa cabang yg dilombakan, hanya lomba melukis saja yg berhasil menyumbangkan satu satunya emas untuk kelas kami, yah adalah sandy, siswa laki laki yg seharusnya sangat tampan tapi dia memilih jalan lai untuk dirinya, dialah yg mewakili kelas kami dalam lomba lokis itu, dia memang seniman yg berbakat, dia pandai melukis, dan bakat yg lainnya adalah dia pandai mencukur, tak satu dua kali aku dicukurnya di lorong kelas kami, dan aku pernah janji kepadanya kalau nanti aku sudah jadi penyanyi rock terkenal maka dia akan jadi penata rambutku.
Saat itu kami flashback pada pertandingan pertandingan yg telah kami lalui, semuanya begitu kocak dan aneh, kami seperti hanya menghibur para penonton dengan gaya kocak nan kompak ala kelas kami. Dan ada beberapa hal yg berkesan pada event tahunan sekolah kami itu, Pada waktu pertandngan futsal, ini adalah favorit saya, kami melawan anak kelas satu, aku memang berharap kami akan melawan kelas itu karena aku sedang suka dengan salah satu gadis di kelas itu, dan menurutku ini waktu yg tepat buat show of di depannya, benar saja saat hari pengundian tiba, aku memang meminta pada teman temanku aku saja yg mencabut undiannya, dan tedeeeeng kami akan benar benar melawan kelas itu sungguh senangnya, sore harinya aku mengajak salah seorang teman kelasku Budiman untuk jogging ini untuk persiapan pertandingan futsal yg kuanggap sangat penting dalam hidupku.
Tiga puluh menit kemudian aku sudah mulai merasa lelah, aku memang baru kali ini jogging seperti ini lg, Budiman menatapku sambil tertawa, iapun berkata, “ serius sekali kau, kayak akan ikut piala dunua saja, latihan serius begini nanti ujung ujungnya kalah juga “ hahaha dan akupun menjawabnya dengan spontan,  “ Jangan liat hasilnya bro, lihat persiapannya “ dan kami berduapun serentak tertawa mendengar kalimat yg barusan kuucapkan.
Hari yg sangat kunanti nantipun tiba, akhirnya pagi ini kami akan bertanding melawan kelas satu itu, tepat sebelum kami bertanding Pratiwi membagikan baju kelas, yah baju kaos khusus punya kelas kami, kaosnya berwarna hitam dan ada tulisan nama kami masing masing di baju kami masing masing, jelas ini menambah kepercayaan diri kami, khususnya pada diriku. Akhirnya pertandinganpun akan dimulai, Sadli goalkeeper sekaligus ketua kelas kami mulai pemanasan, Budiman, Santoso, Erick dan Febri juga ikut pemanasan, aku hanya berdiri di pinggir lapangan menegadah keatas sambil mengangkat kedua telapak tangan dan berdoa, semoga diberi hasil yg Maximal dalam pertandingan ini.
     Pertandiganpun dimulai, wasit telah meniup peluitnya, aku sebenarnya tak berpengalaman soal bermain futsal ataupun bermain bola, tapi aku suka berain bola, dan ternyata bermain futsal sangat berbeda dengan bermain bola seperti biasanya, bermain futsal lebih menguras tenaga, lapangannya yg kecil membuat kita harus terus bergerak memblok pergerakan lawan, Hari ini aku semangat sekali, teman teman seangkatanku dari kelas lain antusias menonton pertandingan kami, terlebih lagi ketika aku mencetak satu gol  dengan sundulanku, sebenarnya itu hanya kebetulan saja tapi mereka merayakan gol itu, mereka merangsek masuk kedalam lapangan dan kemudian keluar lagi, tapi kegembiraan ternyata harus terhenti, pertandingan berakhir dengan skor 2 : 2 dan dilanjutkan dengan adu penalty dan kamipun kalah lewat drama adu penalty itu.  Sekali lagi aku katakan pada teman temanku, “Jangan Lihat Hasilnya, Lihat persiapannya”

Bersambung Bag. II

Selasa, 21 Januari 2014

Mengejar Cinta ( The beginning )


  
     Malam itu seperti biasa aku merasa sedikit bosan, dan aku merasa perlu sedikit ada suara perempuan yg menemani suasana malamku waktu itu. Tak mau berlama lama dengan kebosanan itu, kuraih telepon selulerku, lalu aku mengecek saldo pulsa yang tersisa, sepertinya masih bisa untuk sekedar mengobrol dengan seorang  perempuan di ujung telepon selulernya di sisi yg berbeda.
Akhirnya sedikit demi sedikit aku membuka kontak yg ada di selulerku, terlalu banyak nama perempuan disitu, akhirnya kupilih satu, Tri Astuti, seorang gadis manis yg pernah jadi kekasih yg sempurna buatku beberapa bulan lalu, tapi sepertinya malam itu nasib tidak mengizinkanku untuk berbincang dengannya, “nomor yg anda hubungi sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi” itu yg terdengar di speaker handphoneku. Akhirnya aku tertuju pada sebuah nama di kontakku, Cinta.....  nama yg tertulis di kontakku, tentu saja bukan nama yg sebenarnya, aku memberi nama itu karena aku memang lagi PDKT pada gadis itu dan aku sering memanggilnya dengan sebutan itu.

      Beberapa puluh menit mengobrol akhirnya obrolan kami cukupkan, hal yang menadi poin dalam obrolan kami adalah tentang dia akan pergi hiking atau camping di gunung, kebetulan gunung itu sudah biasa aku datangi, dia mengajakku untuk ikut, aku sangat ingin pergi dengannya tapi dia akan pergi dengannya teman temannya, aku bakal merasa jadi orang asing kalau ikut dengan mereka, tapi aku janji akan kesana tapi dengan teman temanku sendiri tentunya.

      Keesokkan harinya pukul 12 : 15 Handphoneku berdering, kuraih dan kubaca siapa gerangan penelpon siang itu, ternyata itu dari dia, katanya dia sudah ada di kota tempat aku tinggal, sementara menunggu temannya yg lain, ternyata teman temannya juga dari kota tempat aku  tinggal, aku datang ke tempatnya menunggu, hari itu dia manis sekali, aku paling suka matanya, tak tahu bagaimana menjelaskannya tapi yg kutahu matanya sangat indah, akupun bertemu dengan teman temannya, aku kenal salah satu dari mereka, dia juga kenal degan aku tentunya, dan temannya itu tersenyum aneh seolah curiga padaku melihat aku datang menemui gadis itu, dan akhirnya mereka harus berangkat juga, dan aku berjanji akan menyusulnya ke gunung itu, aku Janji, dan itu pasti.

     Aku menyaksikan mereka berangkat, setelah itu .... Saatnya mengumpulkan pasukan sahutku dalam hati. Akhirnya aku menghubungi  teman temnaku, aku memang sering ke gunung bersama mereka, aku mengirimkan pesan pada seorang temanku yg bernama Rahmat, dia memang sudah berkeluarga, tapi untuk hal seperti ini dia selalu punya waktu lebih, tentu saja isi smsku untuknya adalah ajakan untuk ke gunung itu, dan aku katakan bahwa aku akan menemui gadis pujaanku di sana, dan kalau memungkinkan akan kuajak dia pacaran disana. seperti yg diingnkan dia mengkonfirmasi ajakanku itu, setelah itu aku mengirim pesan lagi ke salah satu temanku yg lain kami biasa memanggilnya Ariel, yah itu memang terdengar seperti nama Vocalist Band terkenal di Indonesia, yg banyak di sukai oleh anak muda, aku tak menyukainya meskipun aku anak muda, kami memanggilnya Ariel karena memang dia sedikit mirip dengan Selebriti itu. Tapi katanya sore ini dia agak sibuk, tapi seandainya kami akan berangkat setelah senja dia memastikan akan ikut, kupikir tak ada masalah dengan berangkat setelah senja, karena akses menuju kaki gunung juga sudah bagus, kami memang berencana untuk memakai sepeda motor menuju kaki gunung, dan saya rasa berangkat setelah senja tak akan jadi masalah, bahkan saya pernah jalan kaki dari puncak gunung itu sampai ke jalan poros, kupikir aku sudah terbiasa dengan tantangan seperti ini.

        Tapi Sepertinya kami harus menambah satu personil lagi, tepatnya personil yg punya kendaraan yg bisa kami kendarai menuju lokasi, karena sampai sekarang kami hanya memiliki satu kendaraan, yaitu sepeda motor, sedangkan jumlah kami tiga orang. Akhirnya aku menuju ke SMA ku dulu, disana Adik adik pramuka sedang latihan, disana aku bertemu dengan salah satu Juniorku yg bernama Amul, dia orang terakhir yg akan masuk dalam pasukanku malam ini, tentu saja dia memenuhi syarat untuk masuk dalam squad kami, yah dia punya kendaraan yg bisa kami gunakan ke lokasi. Tiba tiba sore itu ada sebuah pesan yg masuk ke handphoneku, ternyata dari sang gadis tadi, dia memesan obat Ampisilin, salah satu temannya terkena tumpahan air radiator mobil yg mereka kendarai, dan akupun kambali berjanji untuk datang membawa pesanan sang gadis.  Akhirnya kamipun bersepakat untuk berangkat setelah senja dan akhirnya pulang ke rumah masing masing untuk mempersiapkan peralatan dan bekal kami nantinya.

Bersambung ke Part II 


Mengejar Cinta Part II ( selesai )


Sambungan dari cerita sebelumnya....

  Waktu sudah menunjukkan Pukul 21: 03 kami belum berangkat juga, ini sudah molor beberapa jam dari jadwal telah kami tentukan, kami kehilangan sedikit rasa disiplin disini, dan kami baru berkumpul 15 menit sebelum pukul 22 : 00 dan kami berangkat pada pukl 22 : 00 dengan peralatan seadanya, tak ada tenda, tak ada kompor, panci, hanya sebuah Sleeping bag atau kantung tidur saja, sedangkan kami berempat, belum lagi bekal yg kami bawa, hanya ada satu papan Ampisilin yg dipesan Gadis itu dan empat bungkus kopi instan, itupun kami bingung harus bagaimana membuatnya, sedangkan kami tahu kami tak membawa panci dan kompor, aku hanya bisa tertawa dalam hati, tapi aku menyukai hal semacam ini, inilah yg membuat perjalanan ini semakin seru.


Pukul 12 : 08 kami tiba  di kaki gunung, kami singgah beristirahat sejenak di rumah bapak kepala desa, sambil registrasi di pos penjaga, dan menitipkan sepeda motor yg kami bawa, tentu saja semuanya tak gratis, tapi ada satu hal yg mengelitik dalam hatiku, di daftar tarif parkir kendaraan juga ada harga parkir untuk Kuda, hahahahaha aku berfikir masih ada saja orang yg naik kuda dari kota menuju ke kaki gunung di desa ini ??? imajinasiku sempat melayang membayangkan seorang koboy dengan kudanya datang entah dia Bonanza, atau mungkin saja Zorro dan petugas pos menghampirinya dan meminta ongkos parkir padanya, sungguh hal yg aneh.



                                                                                                                           



Akhirnya aku tak sabar lagi ingin bertemu dengan gadis dengan mata yg sangat cantik itu, kami sudah cukup beristirahat, sudah cukup segar untuk mulai mendaki gunung tertingi ke- empat di Provinsi tempatku besar ini, banyak cerita cerita mistis yg pernah aku dengar tentang kampung ini, bahkan tidak sedikit tentang gunung ini, tapi bagiku itulah tantangan, hidup tak akan lebih seru jika tanpa tantangan. Kami berempat berangkat dengan sebuah doa sebuah Alfatihah, dan sebuah harapan semoga Tuhan selalu memberi keselamatan walaupun kutahu ini takkan mudah, mendaki pada jam segini dengan penerangan yg minim, hanya ada dua senter yang tersedia.



Titik paling menguras tenaga pada gunung ini adalah jalur menuju pos pertama dan pos kedua, jalannya sangat terjal, membuat otot paha seketika pegal pegal, apalagi kami jarang ada yg berolahraga, Benar saja sampainya di pos 2 Amul memuntahkan isi perutnya, saking lelahnya dia, kamipun serentak tertawa berempat memecahkan suasana. Tapi ada hal lain yg kami rasakan sebelum sampai di Pos tersebut, Rahmat adalah orang pertama yg sampai di Pos tersebut, sebelum aku sampai disana dia melihat  diriku melintas melewatinya di pos tersebut, padahal aku masih dibawah, belum sampai ke pos tersebut, aku terpisah jauh dari Ariel dan Amul di belakangku, dan cukup jauh dari Rahmat di depan, aku memang pernah bertemu dengan penghuni pos 9 gunung ini dalam mimpi, waktu aku camping disini beberapa tahun lalu, aku sempat berkenalan dengannya dalam mimpiku, dan dia mengatakan tak perlu aku khawatir ketika berada disini, tapi kali ini, ini hal yg berbeda, seperti kekuatan dari makhluk yg lain. Aku tinggal sejenak, memperbaiki perasaan, menenangkan fikiran tapi tetap dengan sedikit rasa khawatir, sepertinya ketiga temanku semakin menjauh saja, kuraih ponselku sepertinya aku harus menyetel surat surat alquran lewat ponselku, tapi tak lama kemudian akhirnya aku bisa menmukan jalan menuju Ariel dan Amul, aku memang sudah terlalu jauh dari mereka, dan akhirnya kami bertiga bersama sama manuju pos 2 dimana disana Rahmat sudah menunggu.



 Di pos itulah kami saling menceritakan keanehan yg kami alami dan rasakan, bulu kuduk serentak berdiri sampai amul memuntahkan cairan dan kamipun larut dalam tawa, dan keanehan keanehan tadipun terlupakan.

Pukul 2 : 00 kami tiba di pos 9 tempat orang orang nge-camp yah disinilah tempat paling ideal untuk memasang tenda karena daerahnya luas dan landai, serta tak jauh lagi dari puncak gunung ini. Kami tiba dengan peralatan dan bekal seadanya, saat tiba aku dan Rahmat langsung menuju mata air yg dekat dari pos 9 untuk kami minum nantinya, setelah mengambil air minum aku kembali ke lokasi camp, aku mencari cari dimana gadis itu memasang tenda, terlalu banyak tenda malam ini, dan sepertinya seisi gunung ini sudah terlelap, kecuali kami tentunya dan ada satu tenda lagi yg belum tidur, mereka sedang memasak air sepertinya ini waktu yg tepat untuk menumpang untuk masak air untuk membuat kopi.  


Pukul 04 : 15 aku baru bisa terlelap, sangat dingin dini hari ini, kami menggelar Sleeping Bag ini sebagai tikar, dan kami berempat tidur diatasnya tanpa tenda sama sekali, Rahmat adalah satu satunya yg kuanggap paling savety, dengan jaket tebal dan celana jeans panjang, sedangkan Ariel dengan celana panjang dan menggunakan jaket yg sebenarnya kubawa untuk kupakai, Amul dengan Sweater biru dan Memakai sarung, dan aku dengan celana Loreng pendek favoritku dan baju kaos hitam.



Pukul 06 : 34 aku terbangun karena cukup kedinginan untuk masih lelap, dan aku membangunkan teman temanku satu persatu, dengan sedikit nada bercanda aku menyuruh mereka mengambil air di mata air dan memasak mie Instan yg sebenarnya sama sekali tidak kami bawa, dan hal itu memecah tawa dari masing masing kami. Akhirnya aku melihat dimana sebenarnya gadis yg jadi alasanku datang kemari terlelapdalam tendanya, dan sepertinya dia masih lelap juga dalam mimpinya, semoga aku ada dalam mimpinya, mungkin aku alasan kenapa mimpinya adalah mimpi buruk, hahahaha.



Tiba salah satu teman sang gadis mendatangi tempat kami dan memberi keripik singkong, tentu saja kami terima terima dengan senang hati, sebenarnya bukan itu yg kami butuhkan, tapi apa mau dikata sekarang bukan waktunya untuk pilih pilih makanan. Kopi pun habis, tak ada apa apa lagi yg tersisa, aku menemukan buku kumpulan puisi dari tas Amul, aku sedikit merasa aneh, kenapa membawa buku kumpulan puisi ketempat seperti ini ? tanyaku dalam hati, tapi hidupku memang selalu dengan hal hal aneh, maka aku tuntaskan keanehan ini, kubuat semakin aneh, dan pagi ini aku akan membacakan  sebuah puisi buat seisi gunung ini, aku membuka bajuku, meresapi dingin pagi ini, aku naik ke sebuah batu besar  didekat tempat kami tidur, kubacakan sebuah puisi dengan suara lantang dan mimik yg meyakinkan, tentu saja meyakinkan, aku ini seorang aktor, meskipun hanya untuk panggung kecil saja, kulihat orang orang disekelilingku menatap heran, seakan berkata, “apa yg salah dengan orang ini” aku memaklumi raut wajahmu itu kawan, aku mengerti keheranan yg kau rasakan, kalian terlalu biasa biasa untuk mengerti hal semacam ini, mungkin kalian berfikir aku ini gila, hahaha yah aku memang gila.



     

06  : 43 Akhirnya kulihat gadis itu bangun dari peraduannya sungguh cantik wajahnya, bahkan ketika dia baru saja terbangun sekalipun, tapi sepertinya kita tak akan berjumpa lama , kami harus pulang segera, Rahmat harus segera pulang karena dia harus ada di kantornya pukul 10 : 00  akhirnya, kamipun bersiap siap untuk pulang, sebelum pulang aku menyempatkan diri untuk bertemu dengannya, akupun mendatangi tendanya, dia sedang di dapur, aku menghampirinya untuk memberikan obat yg telah ia pesan, sekalian untuk pamit pulang, tak ada kata yg terucap dari mulutnya, aku hanya bisa melihat tatapannya, sambil berjalan kami sempat bertatapan mata cukup lama, memang tak ada kata dari bibirnya, tapi tatapan itu, tatapan itu mengisyaratkan untuk tetap tinggal, tapi aku rasa tak mungkin untuk tetap tinggal, dan ketiga temanku bertanya “begitu saja ?” ya! Jawabku, “Kita jauh jauh kemari hanya untuk hal seperti ini ?” aku melihat kekecewaan di raut wajah mereka saat itu, mungkin mereka merasa apa yg telah kami lakukan adalah sia sia, dan aku menjelaskan bahwa tak ada yg sia sia sebenarnya, kami mungkin tidak bicara satu sama lain, tapi Nol koma sekian detik bertatapan dengannya, itu lebih dari bermakna daripada bicara berjam jam, kau harus cukup cerdas untuk bisa membaca isyarat dari  tatapan itu. Lagipula, alasan terbesarku datang ke gunung ini adalah karena aku telah berjanji, meskipun aku tak akan betemu dirinya di gunung ini, tapi janji tetaplah janji, kita ini laki laki, jadi tepatilah janji itu sebagai laki laki. Dan ini seperti misi kemanusiaan, kita membawa obat untuk orang yg membutuhkan di suatu tempat, kita datang dengan melewati banyak rintangan, dan akhirnya mission completed.


 Tapi pada akhirnya akupun gagal mengejar gadis itu, akhirnya dia pergi dengan laki laki lain yg dia suka, tapi tak ada satupun yg sia sia dalam cerita ini, Everything Has a price, gadis itu menemukan laki laki pujaannya, aku jadi laki laki yg menepati janji kali ini, dan ketiga temanku membuktikan bahwa mereka adalah teman teman yg bisa diandalkan.   



Saya Alam anak Maros.


                                                              SELESAI